Friday, 2 December 2016

AFTA dan MEA untuk Indonesia

Assalamu’alaikum wr. wb.
MEA atau Masyarakat ekonomi ASEAN merupakan pasar tunggal ASEAN yang memungkinkan satu negara menjual barang dan jasa dengan mudah ke negara-negara lain di seluruh Asia Tenggara. Mau tau lebih lanjut? Simak terus yaaa..
.
.
Indonesia merupakan salah satu negara yang sejak awal terlibat dan mendukung liberalisasi perdagangan, bahkan sejak awal Orde Baru Indonesia sudah berorientasi kebijakan ekonomi yang bersifat liberal dan pro pasar. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa liberalisasi ekonomi berdampak positif terhadap perekonomian Indonesia, misalnya dilihat dari peningkatan kinerja perdagangan. Sejak tahun 2003, liberalisasi perdagangan di ASEAN mampu meningkatkan volume perdagangan Indonesia, yang ditunjukkan dengan peningkatan yang lebih dari dua kali lipat pada volume ekspor dan impor selama periode 2003 s.d 2010. Tetapi, harus diingat bahwa liberalisasi perdagangan dapat menjadi tidak seindah yang dibayangkan karena sebagian (besar) negara justru mengalami kerusakan ekonomi secara sistematis.
Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area, AFTA) adalah sebuah kesepakatan negara-negara ASEAN mengenai sektor produksi lokal di seluruh negara ASEAN. AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN serta menarik investasi asing langsung ke ASEAN. MEA yang memudahkan akses transaksi trans-negara juga bertujuan gara dapat menyaingi India dan Tiongkok dalam menarik investasi asing. Penanaman modal asing di wilayah ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan rakyat negara ASEAN yang kebanyakan masih tergolong negara berkembang. Masyarakat Ekonomi Asean tidak hanya membuka arus perdagangan barang atau jasa, tetapi juga pasar tenaga kerja profesional, seperti dokter, pengacara, akuntan, dan lainnya.
Dengan mudahnya berbagai akses tersebut, siap gak sih Indonesia menjadi bagian daripadanya? Bagaimana menurutmu?:p
Menurut saya, MEA dan AFTA hendaklah dijadikan sebuah langkah penentu yang positif bagi masa depan Indonesia yang lebih cemerlang. Indonesia dapat mengembangkan berbagai kualitas perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam perkembangan pasar bebas. Namun begitu, MEA dan AFTA juga dapat menjadi boomerang bagi Indonesia. Memang di satu sisi, Indonesia akan lebih mudah menunjukkan kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain dengan terbuka. Tetapi di sisi lain kemungkinan Indonesia terpuruk belum tertutup, jika tidak bisa memanfaatkan keadaan dengan baik.
Jika Indonesia ingin menjadikan MEA dan AFTA sebagai peluang yang baik, terutama di bidang perekonomian, Indonesia harus lebih bersemangat dalam memperbaiki kualitas SDM yang ada dengan meningkatkan daya saing, menyediakan pendidikan dan kesehatan yang memadai, dan memberikan edukasi terhadap rakyat mengenai pentingnya MEA dan AFTA. Pemerintah harus mampu mendorong rakyat agar lebih sadar untuk dapat unggul, salah satunya dengan mengikuti pelatihan keterampilan spesifik yang diadakan pemerintah. Mengapa keterampilan spesifik atau khusus? Karena mayoritas tenaga kerja Indonesia masih kurang dalam kecerdasan sikap, kemampuan berbahasa Inggris, dan pengoperasian komputer. Lagipula, keterampilan yang “standar” sudah tidak terlalu menjanjikan jika melihat mudahnya akses tersebut. Maka agar lebih berhasil, hedaknya mereka memiliki keterampilan khusus masing-masing.
Meskipun peran dominan dalam meningkatkan kualitas SDM masih menjadi milik pemerintah, bukan berarti seluruh tanggung jawab berada di tangan pemerintah. Rakyat perlu memiliki kesadaran bahwa efek dari MEA dan AFTA akan dirasakan langsung oleh seluruh anggota negara dan mereka juga turut bertanggung jawab untuk berpartisipasi dan mempersiapkan diri menjadi milik bersama. Maka, perlulah rakyat dapat kooperatif dengan pemerintah, sehingga MEA dan AFTA bukanlah sebagai penghalang Indonesia agar maju, namun menjadi peluang mudahnya Indonesia menjadi negara maju.

Udah ya, coy. Pak Mahmur udah mau nutup CSA nih… Ciao!
Wassalamu’alaikum wr. wb

Sumber Referensi:
·         http://www.liputan5.com/?p=819

Gimana Kesiapan Anggota KAA dalam Perekonomian Global?

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ciao, teman. Sekarang gue mau ngomongin KAA nihhhh. Simak yaaa… Boleh komen kok, nanti kita diskusi bareng :p
.
.
.
Pada 19-24 April 2015 lalu, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Peringatan Konferensi Asia Afrika yang ke-60 yang bersamaan dengan WEF-EA (World Economy Forum on East Asia) yang digelar pada 19-21 April 2015 lalu. Dengan bertemakan, "Mempromosikan Kerja Sama Selatan-Selatan bagi Perdamaian dan Kesejahteraan Dunia” (Promoting South-South Cooperation for World Peace and Prosperity), rangkaian peringatan ini diisi dengan sejumlah pertemuan secara marathon. Dimulai dari pertemuan tingkat pejabat tinggi (SOM), pertemuan para menteri Asia Afrika (Asian African Ministerial Meeting), KTT Bisnis Asia Afrika (AABS), KTT Asia Afrika (Asian African Summit), Konferensi Parlemen Asia Afrika, di Jakarta, hingga puncak Peringatan 60 Tahun KAA berupa napak tilas (historical walks) dan penandatanganan deklarasi di Gedung Merdeka, Bandung.
Peringatan KAA ke-60 ini cukup diperhatikan oleh dunia, tak terkecuali pemimpin Rusia, Vladimir Putin. Secara khusus, pemimpin negara federasi dengan wilayah terluas di dunia tersebut menyatakan bahwa kerja sama di antara negara-negara Asia Afrika memainkan peran utama dalam membangun tatanan dunia yang demokratis dan adil (fair).Peringatan KAA ke-60 ini juga bertujuan untuk memperkuat stabilitas global, melawan kemiskinan dan kelaparan serta memecahkan masalah sosial ekonomi, yang sesuai dengan tema Peringatan 60 Tahun KAA tersebut.
Melihat tema, disebut kerja sama Selatan-Selatan berangkat dari istilah historis dari para pembuat kebijakan tingkat dunia terkait pertukaran sumber daya, teknologi, dan pengetahuan di antara negara-negara berkembang. Dimana secara umum berada di benua Asia dan Afrika, atau negara-negara Selatan global.
Pada pelaksanaan Peringatan KAA ke-60 ini, dihasilkan tiga dokumen utama yaitu Bandung Message, Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP), dan Deklarasi Palestina. Bandung Message sendiri  berpesan untuk mengedepankan kerja sama yang baru secara nyata dan revitalisasi penguatan kemitraan Asia Afrika dalam hal solidaritas politik, kerja sama ekonomi, dan hubungan sosial budaya sebagai tiga pilar utama.
Penguatan Kemitraan Strategis Baru Asia Afrika (NAASP) berisi kerangka kerja implementasi dan tindak lanjut Pesan Bandung 2015. Sedangkan Deklarasi Palestina berisi delapan poin yakni menyampaikan dukungan kepada Palestina untuk meraih kemerdekaan, rasa salut atas perjuangan dan ketabahan Palestina, mendorong solusi dua negara, mengutuk perlakuan Israel sebagai penjajah dan mengutuk serangan Israel.
Selain itu, Deklarasi Palestina tersebut juga mendorong terjadinya rekonstruksi Gaza, mendorong realisasi aplikasi Palestina sebagai anggota PBB, dan mendorong negara-negara di Asia-Afrika yang belum mengakui Palestina sebagai negara untuk segera melakukannya. Presiden Jokowi mengatakan proses perumusan ketiga dokumen tersebut berlangsung secara terbuka dan inklusif yang mencerminkan rasa kepentingan semua pihak yang terlibat dan konsep yang dihasilkan untuk merefleksikan Dasasila Bandung dan pandangan serta kepentingan semua anggota konferensi.
Rangkaian Peringatan 60 Tahun KAA ini juga telah menetapkan tanggal 24 April sebagai Hari Asia Afrika, peresmian Monumen KAA, dan pembentukan Pusat Asia Afrika (Asian African Center). Pada Peringatan KAA ke-60  juga, Presiden Jokowi mengajak negara-negara di Asia Afrika,  untuk mengembangkan sistem, peraturan, dan regulasi yang lebih ramah untuk dunia usaha dan ekonomi. Apalagi dengan mengingat fakta bahwa kawasan Asia dan Afrika memiliki banyak potensi dalam berbagai bidang, khususnya ekonomi. Dengan jumlah penduduk di dua kawasan yang mencapai sekitar 5.4 milyar jiwa, atau dapat disebut sebagai 75 persen dari penduduk dunia, kawasan Asia-Afrika menjadi kawasan yang tepat untuk berinvestasi sekaligus meningkatkan perekonomian.

Dewasa ini, negara-negara Asia Afrika semakin berperan dalam ekonomi dunia. Ditunjukkan dengan meningkatnya sejumlah aspek ekonomi, antara lain PDB, pertumbuhan ekonomi, dan kontribusi investasi. Namun begitu, pada kenyataan terlihat bahwa sebagian besar penduduk wilayah Asia-Afrika masih saja mengalami kemiskinan, yang juga dikarenakan konflik intra-state. Hal ini merupakan PR bagi para pemimpin negara yang tergabung dalam KAA agar tidak hanya meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonominya yang didominasi oleh “orang-orang kaya yang semakin kaya”, namun juga harus meratakan kesejahteraan ke seluruh lapisan masyarakat.
Wakil Presiden Republik Afrika Selatan, Matamela Ramaphosa mengatakan bahwa masih banyak peluang yang bisa didapatkan para pengusaha jika berinvestasi di Afrika. Ia menilai bahwa Afrika memiliki potensi untuk meningkatkan nilai tambah untuk perkembangan pangan global. Ayanda Mngadi, delegasi bisnis Afrika Selatan mengatakan bahwa kunci peningkatan perekonomian adalah perdagangan, terutama perdagangan dari sektor maritim. Hal ini dapat dikatakan sesuai dengan rencana Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, yang bisa saja juga turut membantu perekonomian negara-negara di wilayah Asia-Afrika.
Selain itu, di dalam pertemuan ini juga dibahas pembentukan Dewan Bisnis Asia dan Afrika atau Asia Africa Business Council, yang akan menjadi perantara untuk meningkatkan hubungan bisnis antara negara-negara Asia dan Afrika. Peringatan 60 tahun KAA harus menjadi momen penentu yang dapat memperkuat solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika dalam menghadapi ketidakadilan yang terjadi di segala penjuru dunia. Proses penjajahan dalam perspektif ekonomi maupun sosial dan politik terus saja terjadi, memerlukan kerjasama bangsa-bangsa Asia-Afrika untuk merdeka, khususnya dalam bidang ekonomi berupa kesejahteraan yang berkeadilan.
.
.
.
Hehe, udah dulu ya, gaezz.. Makasih banyak udah mau baca sampe abis. Ciao!
Wassalamu’alaikum wr. wb.



Eksistensi Gerakan Non-Blok

Assalamu’alaikum wr. wb.

Ciaoo! Apa kabar nih? Hari ini, gue mau ngomongin Gerakan Non Blok atau kerennya sih GNB. Kalo dalam Bahasa Inggris, biasa disebut NAM  (Non-Aligned Movement).


Lanjut gak nih?






Lanjut ya?







Okedeh,


Jadi, GNB ini kan sebuah organisasi internasional yang anggotanya lebih dari 100 negara yang tersebar di berbagai penjuru dunia. Negara-negara ini bersatu karena menganggap negaranya adalah pihak netral, dimana tidak beraliansi dengan atau terhadap Blok Timur maupun Blok Barat. Tujuan GNB sendiri tercantum dalam Deklarasi Havana tahun 1979, yaitu untuk menjamin “Kemerdekaan, Integrasi Teritorial, dan Keamanan Negara-negara Non-Blok”. Selain tujuan tersebut, berkembang lagilah kesepakatan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, zionisme, rasisme, maupun segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi, atau hegemoni dan juga menentang segala bentuk blok politik. 
GNB terbentuknya gimana sih? Nah, GNB diprakarsai oleh lima pemimpin dunia.
·         Ir. Soekarno (Indonesia),
·         Joseph Bros Tito (Yugoslavia),
·         Gamal Abdul Nasser (Mesir),
·         Pandit Jawaharlal Nehru (India), dan
·         Kwame Nkrumah (Ghana).

Pertemuan pertama GNB dihadiri oleh 25 pemimpin negara ditambah 3 negara peninjau. Dimana ke-25 negara itu ialah negara-negara berkembang yang baru merdeka pada sekitaran tahun 1961. Indonesia termasuk pendirinya, lho. Pada masa itu, GNB lebih bertujuan untuk meredakan Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur. Namun setelahnya, tujuan GNB pun terus berkembang meliputi kerjasama antarbangsa pada bidang-bidang lainnya sesuai kesepakatan mereka. 
Dilihat dari tujuan awal, yaitu untuk meredakan Perang Dingin, maka GNB seharusnya bubar setelah peristiwa runtuhnya Tembok Berlin sebagai pemisah Jerman Barat dan Jerman Timur pada tahun 1989. Karena atas runtuhnya Tembok Berli tersebut sebagai pertanda selesainya pertentangan antara Blok Barat dan Blok Timur. Kemudian, pertanyaan besar pun muncul. Masih relevankah eksistensi GNB terhadap situasi dan kondisi dunia di abd ke-21 ini? Bagaimana menurutmu?
.
.
.
Well, di sela-sela rangkaian pertemuan Konferensi Tingkat Menteri GNB ke-16 di Nusa Dua, Bali pada waktu lalu, Direktur Jendral Informasi dan Diplomasi Publik Kementrian Luar Negeri, Andri Hadi, menjelaskan bahwa GNB hanya sebuah gerakan, bukan organisasi karena tidak memiliki sekretariat dan sifatnya juga tidak mengikat di antara negara anggotanya. Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Luar Negeri, Teuku Faizasyah, juga menyatakan bahwa GNB masih relevan dalam situasi dunia saat ini. Hal ini ditandai dengan bertambahnya jumlah negara anggota dari GNB meski Perang Dingin antara Blok Barat dan Blok Timur sudah berakhir. Selain itu juga, rasa semangat dari pejabat-pejabat negara anggota GNB dalam menghadiri KTM di Bali cukup besar. Bahkan menurutnya, ada sekitar 120 negara anggota GNB yang menyatakan dukungannya terhadap pelaksanaan KTM di Bali tersebut.
Selain itu, GNB pun sangat dibutuhkan karena dapat dijadikan poros yang memiliki kekuatan dalam PBB untuk memperjuangkan keberadaan dan hak daripada negara-negara berkembang. Perlu diketahui bahwa sekitar enam puluh persen dari anggota PBB juga anggota dari GNB. Perwakilan Tetap RI di PBB, Duta Besar Hasan Kleib juga menyatakan bahwa GNB masih relevan sebagai persatuan yang memilki sifat penekan terbesar dalam organisasi PBB untuk menekan negara-negara adikuasa yang acapkali mendominasi. Adanya keanggotaan-keanggotaan baru dalam GNB pun juga menunjukkan relevansi terhadap eksistensi GNB di abad ke-21 ini.
Sebagai salah satu negara pendiri GNB, Indonesia perlu membuktikan relevansi eksistensi GNB di abad ke-21 ini. Namun begitu, GNB harus lebih dipoles agar lebih sesuai dengan keadaan di abad ke-21 ini. Dimana selain dominasi negara maju dalam perekonomian dan pembangunan, dunia juga tengah mengalami dinamika sosial di dalam masing-masing negara. Tak lain, dinamika itu sendiri juga disebabkan oleh persoalan politik, menyangkut sistem dan kehidupan politik, terorisme, derasnya arus globalisasi, kesenjangan ekonomi yang kian meluas, permasalahan toleransi antar-umat beragama, dan sebagainya. 
Tantangan-tantangan global baru tersebut pun memaksa GNB untuk terus mengembangkan kapasitas gerakan dan arah kebijakannya agar tetap mampu menjadikan keberadaan GNB tetap relevan dan sesuai terhadap keadaan. Juga, sesuai bukan hanya bagi para anggotanya tetapi juga lebih kepada kontribusi yang dapat diberikan GNB dalam menghadapi tantangan tersebut. Maka dari itu, menurut saya, keberadaan GNB masih relevan di abad ke-21 ini. GNB tetap dapat dijadikan sebuah pemersatu atas negara-negara yang merasa senasib dan mencita-citakan perdamaian dunia. Namun begitu, GNB perlu beberapa perubahan agar lebih sesuai dengan keadaan di abad ke-21 ini.
.
.
.

Gimana, gimana? Rada gaje ya, gue? Maafin ya, masih dalam tahap belajar nulis nih. Btw, gue rada bingung juga sih. GNB itu kan singkatan dari Gerakan Non-Blok. Namun begitu, tetap menimbulkan kesan bahwa negara-negara angotanya tersebut membuat blok sendiri. Mungkin selain dipoles, perlu dilakukan perubahan nama atas GNB/? Mungkin kamu ada saran? Heheheh.


Udah dulu ya, gaez. Makasih banyak udah baca. Ciao!

Wassalamu’alaikum wr. wb.



Sumber Referensi:
Powered by Blogger.